- October 24, 2016
- Posted by: Admin IBL
- Category: IBL News
Proses pemilihan mitra yang baik merupakan langkah awal yang sangat penting. Mitra biasanya dipilih berdasarkan kriteria yang disesuaikan dengan kebutuhan. Kriteria tersebut umumnya terkait dengan kapasitas organisasi dan kualitas pekerjanya. Kunci keberhasilan mendapatkan mitra yang baik adalah adanya ketersediaan informasi yang lengkap dan valid.
Seringkali dalam mengidentifikasi mitra potensial, kita harus menggunakan intuisi agar dapat mengenali siapa mitra yang akan diajak kerjasama. Informasi yang ada harus diperiksa dan diverifikasi dengan teliti (due diligence), termasuk mengunjungi kontak personal yang penting di setiap mitra organisasi.
Tahap selanjutnya apabila para mitra akan berkumpul dan melakukan rapat penjajakan, seorang pialang kemitraaan dapat mengatur agenda rapat yang baik. Hal ini dikarenakan perilaku atau kultur setempat berbeda satu dengan lainnya. Disamping itu juga terdapat perbedaan pola perilaku dari setiap sektor baik pemerintah, perusahaan dan organisasi masyarakat sipil seperti LSM/akademisi.
Di Indonesia, khususnya para eksekutif maupun pejabat pemerintahan seringkali enggan untuk hadir dalam rapat lebih dari dua jam. Semakin lama rapat/lokakarya, maka kecenderungan untuk mewakilkan peran eksekutif atau perusahaan tersebut juga semakin besar. Hal ini tentunya akan mempengaruhi proses pengambilan keputusan dalam setiap tahap. Oleh sebab itu, pialang kemitraan harus dapat mengupayakan proses diskusi dan rangkuman secara efisien agar para mitra dapat fokus kepada hal-hal penting yang memerlukan konsensus atau keputusan bersama.
Seorang fasilitator/pialang yang handal perlu memiliki keterampilan komunikasi yang baik. Kemampuan menulis juga diperlukan agar dapat merangkum hasil pertemuan dengan baik, sehingga setiap akhir pertemuan serta acuan program yang dibuat berlandaskan kepada tujuan serta hasil yang nyata.
Ketika memfasilitasi, seorang pialang sering kali dijadikan sebagai ‘Ketua Rapat’ dan bukan sebagai pihak yang netral, sehingga menempatkan posisinya sebagai pengambil keputusan, padahal seharusnya tidak demikian. Tentunya situasi menjadi dilematis jika si pialang juga bekerja di salah satu mitra yang terlibat. Fasilitasi kemitraan akan berjalan baik apabila timbul rasa percaya. Peserta dapat mengemukakan pendapat atau berbagi pengalamannya agar timbul komitmen dan semangat untuk membangun kemitraan. Namun pialang juga perlu tegas dalam membatasi waktu fasilitasi, agar tetap fokus terhadap tujuan diadakan pertemuan.
Seorang pialang juga berfungsi sebagai mediator. Peran sebagai mediator adalah memberi nasihat/advis kepada para mitra yang bersilang pendapat, serta memberikan rekomendasi langkah-langkah yang sebaiknya diambil.